Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak,
tetapi orang yang bebal memboroskannya.
Amsal 21:20
Setiap orang yang mempunyai penghasilan tentu akan berpikir bagaimana mengelola keuangan agar uang yang dimiliki dapat bermanfaat. Ada yang merencanakan untuk membeli rumah atau mobil yang layak, ada juga yang berpikir untuk menyekolahkan anak di sekolah yang baik, atau ingin mempergunakan uang untuk hal-hal lain yang bermanfaat. Dalam rangka mengelola uang itu, setiap orang punya cara masing-masing sesuai dengan kemampuan dan juga risk appetite–nya. Sejalan dengan itu pulalah, berkembang seminar atau workshop tentang pengelolaan keuangan atau investasi untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan tersebut.
Salah satu bentuk pengelolaan keuangan yang paling sederhana adalah menabung, baik di bank ataupun di rumah (di bawah bantal). Tulisan ini membahas dan merenungkan mengapa orang menabung dan kemungkinan bahwa orang akan menumpuk harta dengan motivasi beragam yang mungkin mengarah pada upaya-upaya yang tidak baik bahkan merugikan. Mungkin dapat kita perluas definisi menabung dengan berinvestasi supaya uang yang diinvestasikan dapat berkembang nilainya.
Ketika memasukkan investasi, di sinilah kita perlu hati-hati. Seringkali uang yang diinvestasikan atau ditabung di tempat yang tidak tepat akan justru hilang atau pemilik uang rugi besar. Biasanya, orang menginvestasikan hartanya hanya karena melihat hasilnya namun tanpa memikirkan risiko. Ingat, prinsip investasi adalah “high risk high return.” Kalau kita berharap return yang tinggi, maka risiko yang dihadapi juga pasti lebih tinggi. Seharusnya, bagaimana uang ditabung atau diinvestasikan harus direncanakan dengan baik dan matang, mulai dari jenis tabungan/investasinya, sampai kepada rencana penggunaannya.
Pentingnya merencanakan keuangan
Alkitab menegaskan pentingnya setiap orang merencanakan keuangan untuk masa depan. Sangat logis kalau orang membuat perencanaan. Lukas 14:28-29 secara jelas menyatakan, bahwa pastilah orang akan duduk membuat anggaran biaya kalau ingin mendirikan menara, supaya jangan kurang dananya. Perencanaan yang baik tentu akan sangat bermanfaat seperti dikatakan Amsal 21:5, bahwa rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan.
Namun demikian, perlu diingat bahwa semua perencanaan akan menjadi sia-sia atau menyimpang dari harapan kalau tidak sesuai dengan rencana Tuhan. Perlu waktu yang tepat dengan hikmat dari orang yang bijaksana (Dan. 2:21), karena kalaupun orang berhasil mengumpulkan banyak harta, hal itu akan jadi sia-sia apabila ia kehilangan nyawanya (Mat. 16:26). Semua kita diingatkan bahwa kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak membawa apa-apa keluar (1 Tim. 6:7).
Istilah menabung, berinvestasi, atau menumpuk harta akhirnya berbeda karena beda motivasinya. Menabung dan berinvestasi dilakukan untuk menjaga nilai uang agar dapat berkembang dan tidak malah berkurang. Kalau dananya banyak, menabung atau berinvestasi lebih kepada tujuan untuk mengusahakan agar kekayaan terus bertambah.
Berbeda dengan istilah “menumpuk harta” yang konotasinya cenderung negatif karena terasa bahwa motivasinya untuk menjadi kaya dan hidup bisa tenang karena banyak harta. Padahal, Firman Tuhan jelas bicara dalam Lukas 12:19, bahwa sia-sia menumpuk harta di bumi, kalau kemudian jiwa diambil Tuhan. Dalam konteks ini, kita diajar untuk berpikir bagaimana menjadi kaya di hadapan Allah.
Kita sering mendengar orang berbicara bahwa uang bukanlah segala-galanya, tapi tanpa uang segala-galanya jadi tidak mungkin. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar karena membawa kita pada kompromi untuk melihat uang atau harta sebagai sesuatu yang absolut. Paulus mengingatkan bahwa bukan uang yang masalah, tapi cinta akan uang yang merupakan akar dari segala kejahatan. Karena mereka yang ingin kaya jatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan (1 Tim. 6:9-10).
Waspada ketergantungan pada harta
Ketika menabung atau berinvestasi, kita sering terjebak pada ketergantungan pada uang atau harta untuk menjamin masa depan kita dan keluarga. Tentu tidak salah merencanakan masa depan dengan menabung, tapi kalau kemudian kita menjadi tergantung padanya, berhati-hatilah. Pada waktu Tuhan Yesus berkata “sulit bagi orang kaya masuk kerajaan surga,” saya sampai pada suatu kesimpulan bahwa semakin banyak harta seseorang, maka semakin berat perjuangannya untuk memiliki hidup yang berserah hanya kepada Tuhan.
Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa ketika suatu negara (seperti Amerika) meningkat kesejahteraan ekonominya, pada kurun waktu yang sama moralitas negara tersebut menurun. Beberapa indikator seperti tingkat perceraian, single parent (punya anak tapi tidak menikah), kriminalitas karena kesenjangan kesejahteraan, kejahatan oleh anak-anak, semua meningkat. Sayangnya, indikator tersebut tidak menjadi ukuran yang diperhitungkan dalam pertanggung jawaban suatu pemerintahan.
Oleh karena itulah tugas kita sebagai orang Kristen, khususnya gereja, menjadi jauh lebih sulit justru ketika jemaat hidup dalam kelimpahan harta. Gereja mungkin makin bertumbuh dalam hal jumlah orang dan kualitas bangunan gereja, tetapi kerohanian jemaat tidak berjalan linear. Besarnya gereja tentu bukanlah indikator keberhasilan suatu gereja bukan? Gereja dan kita semua harus senantiasa waspada ketika harta kita bertambah dan upaya untuk menjaganya juga makin menguras waktu dan tenaga kita.
Mari kita menabung. Mari kita kelola keuangan kita dengan baik, bukan untuk memiliki lebih banyak tetapi untuk memberi lebih banyak. Terpujilah Tuhan.
============
*penulis adalah Ketua BPN Perkantas