Berman Silalahi:
Sukacita Kelahiran

Kelahiran seorang bayi seringkali disambut dengan sukacita yang besar, baik oleh kedua orang tua, maupun keluarga besarnya. Tetapi, apakah sukacita ini hanya karena kelahiran bayi itu sendiri ke dalam dunia, apalagi jika dia adalah anak yang telah lama dinantikan? Apakah sukacita kelahiran hanya dapat dimaknai berdasarkan sudut pandang kita saja, ataukah ada sukacita yang lebih besar di balik kelahiran seorang bayi?

Peristiwa kelahiran sangat jarang dicatat di dalam Alkitab. Oleh karena itu, apabila Alkitab mencatat peristiwa kelahiran seseorang, bisa diartikan bahwa ada sesuatu yang penting untuk disampaikan. Salah satu kisah kelahiran di dalam Alkitab adalah kisah kelahiran Musa. Alkitab mencatat bahwa kelahiran Musa terjadi ketika Firaun memerintahkan agar seluruh bayi laki-laki bangsa Israel yang baru lahir dibuang ke sungai Nil. Demi menghindarkan Musa dari ancaman Firaun, keluarga ini pun menyembunyikan kelahirannya. Bagi Amram dan Yokhebed, kelahiran Musa tentu mendatangkan sukacita, sekalipun harus mereka sembunyikan dari Firaun.

Ketika keluarga ini tidak sanggup lagi menyembunyikan Musa, Allah memakai putri Firaun yang kemudian mengangkat Musa sebagai anaknya untuk memelihara hidup calon pemimpin bangsa Israel itu. Melalui statusnya sebagai anak dari putri Firaun, Musa mempelajari semua ilmu bangsa Mesir, sehingga dia menjadi seorang yang berhikmat dan berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya.

Setelah 40 tahun hidup dan belajar di Mesir, Allah membentuk dan mempersiapkan Musa melalui kehidupannya sebagai pelarian di tanah Midian selama 40 tahun. Ketika genap waktunya, Allah memanggil Musa yang telah dipersiapkanNya itu untuk menjadi jawaban atas doa bangsa Israel yang memohon kelepasan dari perbudakan di tanah Mesir.

Amram dan Yokhebed mungkin tidak pernah menyadari bahwa kelahiran Musa bukan sekadar kelahiran seorang penerus nama keluarga, melainkan juga kelahiran dari seorang pemimpin besar bangsa Israel yang akan memimpin mereka keluar dari tanah Mesir, tanah perbudakan, ke tanah perjanjian. Kalau saja mereka menyadari hal ini, maka sukacita mereka tidak akan sekadar dikarenakan kelahiran itu sendiri, tetapi juga sukacita karena masa depan bangsa Israel yang akan berubah menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan kita yang akan menyambut dengan sukacita peringatan kelahiran Juruselamat manusia di dalam dunia? Apakah kita akan memaknai sukacita ini hanya karena Dia sudah lahir untuk kita, sehingga kita merayakannya bersama-sama dengan “kita-kita” (orang-orang Kristen) saja, ataukah kita mau memaknai sukacita kelahiran-Nya dengan melihat tujuan besar kedatangan-Nya ke dalam dunia? Ingat, Yesus datang ke dunia bukan untuk orang Kristen saja. Dia datang ke dalam dunia untuk semua orang berdosa, yang belum mengenal dan percaya kepada-Nya.

Marilah kita tidak menjadikan sukacita kelahiran sang Juruselamat sebagai sukacita pribadi saja, melainkan membagikan sukacita itu kepada orang-orang di sekitar kita, agar mereka yang belum pernah mendengar, mendengar, dan mereka yang belum pernah merasakan, merasakan, kehadiran Juruselamat di dalam hidup mereka. Hingga seluruh dunia dipenuhi oleh pengenalan akan Allah.

*Penulis adalah Staf Mahasiswa Perkantas Malang

Translate »