Rigop Darmiko:
Jalan yang Dia Tempuh

Dalam tahun-tahun pelayanan Yesus di dunia, apabila seorang Israel ditanya tentang gambaran kerajaan Allah yang dinubuatkan oleh para nabi, mereka akan segera berpikir tentang kejayaan dan kesejahteraan kerajaan Israel kuno, yakni pada masa pemerintahan Daud dan Salomo. Bangsa Israel menyadari status mereka sebagai umat pilihan Tuhan dan menyimpan sebuah janji selama beratus tahun, yaitu bahwa seorang utusan Tuhan, Orang yang diurapi, yakni seorang Juruselamat, akan datang untuk menegakkan kembali kerajaan Allah.

Oleh karena pada masa itu kekuasaan biasanya direbut melalui peperangan atau penggulingan raja yang sedang memerintah, maka konsep Mesias umat Yahudi pada waktu itu adalah seseorang yang akan memimpin bangsa Israel untuk mengusir penjajah Romawi dan mendirikan kembali kerajaan Israel.

Suatu ketika, Yesus meminta pendapat para murid tentang siapakah Dia bagi orang banyak dan bagi diri mereka sendiri, dan Petrus menjawab, bahwa Yesus adalah Mesias dari Allah (Luk. 9:18-21). Para murid menyadari akan kehadiran Yesus sebagai Mesias, dan jawaban Petrus bukanlah sebuah pernyataan yang sederhana, melainkan sebuah proklamasi iman akan penggenapan janji Allah sebagaimana tertulis dalam kitab para nabi.

Akan tetapi, apakah konsep Mesias yang dipahami oleh para murid itu sama dengan konsep Mesias yang sedang dibawa oleh Yesus?

Jalan Mesias yang Sejati
Dalam perikop selanjutnya, Yesus kemudian menjelaskan tentang peperangan yang akan dihadapiNya untuk meraih tahta dan menegakkan kerajaan Israel. Peperangan itu ternyata bukan seperti yang dilakukan oleh beberapa orang sebelum Yesus, yang mengaku-ngaku sebagai Mesias, lalu mendirikan gerakan pemberontakan terhadap kekaisaran Romawi. Peperangan Yesus bukan hanya untuk menegakkan kerajaan Israel, melainkan untuk menegakkan kerajaan Allah atas seluruh bumi. Peperangan Yesus adalah peperangan atas dosa.

Jalur peperangan Yesus adalah jalur penderitaan (Luk. 9:22). Jalan salib. Perang Yesus adalah melawan dan meluruskan kembali jalan bengkok legalisme dan formalisme yang dilakukan oleh para tua-tua, ahli Taurat dan orang Farisi. Peperangan yang Yesus lakukan bukan menggulingkan kekaisaran Romawi. Yesus memerangi dosa setiap manusia dengan menanggungkannya di pundak-Nya dan memikulnya menyusuri jalan penderitaan hingga ke Golgota (Luk 23:33).

Dengan demikian, Yesus bukan hanya mengganti kerajaan Romawi, tetapi juga memerintah atas semua raja di dunia. Atas setiap manusia. Kerajaan yang Yesus bangun adalah kerajaan atas seluruh manusia, dan setiap orang akan ditebus di dalam darah-Nya, sehingga seluruh manusia dan ciptaan Allah kembali kepada Allah sebagaimana mereka semula diciptakan (Kis. 2:36-39).

Dalam percakapan Yesus dengan murid-murid-Nya, Ia berkata bahwa di antara murid-murid-Nya ada yang tidak akan mati sebelum melihat kerajaan Allah (Luk. 9:27). Namun, apakah para murid sudah mengerti akan kerajaan Allah yang sesungguhnya, yang sedang didirikan oleh Guru mereka itu? Rupanya, para murid terus menantikan kerajaan Allah sebagaimana kerajaan Israel era Daud dan Salomo. Buktinya, ketika Yesus akan naik ke surga, mereka menanyakan kesediaan Yesus untuk mendirikan kerajaan bagi Israel (Kis. 1:6).

Mengkhamirkan Seluruh Dunia
Setelah Yesus naik ke surga, Roh Kudus turun atas murid-murid-Nya, dan ketika itulah kerajaan Allah dibangun di atas dasar Yesus Kristus. Seperti biji sesawi, Yesus mati di tanah, bangkit, dan menjadi pohon yang besar, sementara bangsa-bangsa akan seperti burung-burung yang berteduh dan bersarang di ranting-rantingnya. Seperti ragi, para murid bukanlah orang-orang besar dan bukan pula orang-orang populer, tetapi mereka pergi memberitakan Injil hingga ragi itu berkembang mengkhamirkan seluruh dunia.

Pembangunan Kerajaan Allah bukanlah jalan pembuktian eksistensi Kekristenan di tengah dunia ini, melainkan pembuktian akan kehadiran Allah yang memerintah umat-Nya. Dalam pelayanan, kita bisa dengan mudah terjebak ke dalam usaha menghadirkan eksistensi diri (Baca: pribadi orang percaya atau lembaga atau persekutuan orang percaya itu sendiri). Kerajaan Allah bukan soal kemasan, tetapi soal kedaulatan atau pemerintahan Allah.

Kita dapat melakukan berbagai kegiatan misi dan pelayanan, tetapi apakah setiap kegiatan itu menunjukkan kehadiran pemerintahan Allah? Apakah kehadiran setiap kita sebagai orang percaya dalam pekerjaan, masyarakat, atau di mana saja, menandai pula kehadiran pemerintahan Allah? Kehadiran kerajaan Allah bukanlah soal semakin besarnya kelembagaan orang-orang percaya, tetapi semakin nyatanya kedaulatan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita.

Membangun kerajaan Allah bukan seperti usaha menghias kue tart dengan berbagai warna, tetapi seperti usaha ragi mengkhamirkan seluruh adonan.

Mengikuti Jejak Yesus
Pembangunan kerajaan Allah adalah sebuah jalan mengikuti jejak Yesus di jalan yang telah Dia tempuh. Jadi, jikalau dalam proses pembangunan kerajaan Allah kita harus menempuh jalan yang tidak populer dan mengalami berbagai himpitan, kita tahu bahwa Yesus telah terlebih dahulu menjalaninya.

Jikalau Yesus rela menempuh jalan demikian, bagaimana bisa kita menginginkan jalan mudah dan nyaman? Jika jalan yang kita tempuh adalah tekanan dari pimpinan, cemoohan dari rekan sekerja, dan sebagainya, karena ketaatan kita memperjuangkan nilai-nilai kerajaan Allah, maka kita pun harus siap menjalaninya (Luk. 9:23-26).

Dan, membangun kerajaan Allah bukanlah usaha berjalan di atas karpet merah menuju pemujaan dunia, tetapi usaha menapaki jalan Kristus yang merah oleh darah, menuju sambutan dan pujian dari Tuhan sendiri bagi hamba-hamba-Nya yang baik dan setia.


*Penulis adalah Staf Perkantas Rantauprapat

Translate »