Kekristenan yang cenderung “vertikal” sering sekali menarik orang Kristen berat sebelah dalam mengerjakan kekristenannya. Kekristenan yang puas dengan Ketuhanannya bukanlah jawaban yang benar dan tepat untuk memperbaiki dunia ini, karena kekristenan seperti itu bukanlah yang diinginkan oleh Allah semenjak manusia diciptakan.
Ketika Allah merencanakan penciptaan manusia, Allah merancang manusia supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi (Kej 1:26). Dia dengan tegas juga menyatakan, “…penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28).
Tak hanya taat, tapi juga menjadi berkat
Bahkan ketika Abraham dipanggil, dia tidak dipanggil hanya sekedar menjadi orang yang taat beribadah, melainkan untuk menjadi berkat (Kej 12:1-3). Abraham menjadi berkat tidak hanya ketika dia hidup taat kepada Tuhan (ibadah/kesalehan pribadi-red), melainkan karena kehadirannya membuat orang lain mendapatkan berkat, baik secara jasmani ataupun rohani.
Di Perjanjian Baru, jemaat mula-mula menunjukkan diri sebagai komunitas yang bukan hanya kuat “berketuhanan”nya, tetapi juga kuat “berkemanusiaan”nya. Itulah mengapa, komunitas mereka pada saat itu menjadi daya tarik hingga disukai semua orang (Kis 2:47). Melalui hidup mereka yang disukai itulah, banyak yang akhirnya menjadi percaya dan mengikuti pola hidup mereka.
Menerima kasih Kristus tanpa mau mengasihi sesama bukanlah kekristenan sejati, karena kasih Kristus di hati kita tidak akan pernah berhenti mengasihi sesama. Sama seperti garam yang tidak mungkin tidak menggarami dan terang yang tidak mungkin tidak menerangi.
Saat menunggu giliran mendonor dalam kegiatan donor darah yang diselenggarakan oleh Persekutuan Pasutri Perkantas Riau, saya mencoba berkenalan dan berbincang dengan seorang bapak di samping saya. Ternyata, bapak itu sedang kekurangan darah untuk menolong mertuanya. Kami memberi beberapa kantong dari aksi donor darah kepadanya. Bapak itupun senang dan berterima kasih kepada kami.
Hal yang membuat saya bersyukur saat kami menolongnya adalah bahwa si bapak dan teman-temannya yang datang untuk mendonorkan darah merupakan orang-orang yang belum percaya, terlihat dari penampilan mereka. Dalam hati saya bersyukur bisa berbagi kasih dengan mereka dan saya berdoa agar mereka akhirnya belajar mengasihi tanpa memandang keyakinan.
Menjadi berkat lewat hal-hal sederhana
Menjadi berkat tidak perlu memikirkan hal-hal yang besar. Peduli dengan sesama di sekitar kita dan menolong semampu kita terhadap setiap pergumulan mereka merupakan cara sederhana untuk menjadi berkat. Melalui kepedulian kita itulah mereka akan tertarik kepada hidup kita dan tertarik kepada Tuhan.
Kiranya pelayanan Perkantas terus konsisten dengan visinya menghasilkan alumni yang takut akan Tuhan dan menjadi berkat di manapun alumninya berada. Di usianya yang ke-42, pasti sudah banyak alumni yang dibina menjadi berkat dan melakukan perubahan-perubahan. Semoga hidup para alumni itu terus menjadi berkat bagi sesama d a n bangsa serta menjadi teladan b a g I generasi muda di bawahnya. Selamat ulang tahun Perkantas, semoga terus menjadi dan menghasilkan berkat, untuk kemuliaan Allah Bapa!