Richard Salindeho:
Pemuridan Persahabatan: Menemukan Diri

Menangis bahkan sambil mengeluh, semua itu kuidentifikasi sebagai lemah, bahkan kuhindari. Hingga aku mulai sadar bahwa aku telah salah, karena aku bukannya menuntun, malahan menuntut mereka. Kesalahan ini membuatku tidak pernah bersahabat. Adikku secara tidak sadar kubuat makin tidak otentik akibat tuntutanku. Melalui artikel ini, aku akan berbagi bagaimana persahabatan terjadi ketika kita menemukan diri kita.

Salah satu ayat populer, yaitu Amsal 17:17, telah menjadi tulisan penuh makna tentang bagaimana seorang sahabat hidup. Amsal mengajarkan untuk mengasihi setiap waktu. Setiap waktu, saya berusaha mengasihi adik-adik kelompok dengan caraku. Kami ber-PA bersama, kami makan bersama, tapi kami tidak sungguh bersahabat. Sampai aku mulai menemukan diriku, bahwa aku tidak pernah merasakan emosi adik kelompokku. Aku selama ini hanya hearing, bukan listening. Aku selama ini penuh keakuan, aku tidak memandang mereka dengan belas kasih, tapi dengan tuntutan bertumbuh.

Sampai Allah, di dalam anugerah-Nya, membawaku ke Orientasi Asisten Staf yang menjadi titik awal ku menyadari semua ini, ketika belajar empati dan reflective listening. Jujur, aku kesulitan di awal karena ini akan melawan kebiasaanku yang mungkin adalah kepribadianku. Tapi, mempercayai bahwa Allah melalui Roh Kudus akan menolongku bertransformasi, aku mulai belajar merasakan isi hati adik kelompokku ketika mereka bercerita. Aku mulai serius listening. Aku bahkan mulai menuntut diriku turun ke level yang lebih rendah menjadi selfless agar bisa memberikan empati. Ekosistem pemuridan persahabatan ku telah dimulai sekarang.

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.

Amsal 17:17

Persahabatan aku makin rasakan ketika adikku menyampaikan hal-hal ini: “Terima kasih sudah mendengarkanku di saat sulit ini”, “Terima kasih sudah menerimaku apa adanya, di saat semua menganggap aku aneh”, “Terima kasih sudah menolongku untuk menerima diriku apa adanya, dan tolong tegur aku kalau aku salah”. Saat mendengar semua ini, maka aku yakin Allah telah mulai mentransformasi pemuridan yang ku kerjakan menjadi memiliki ekosistem persahabatan. Persahabatan ini membawa kami pada kedalaman hidup berkelompok kecil, bukan hanya soal meneruskan Injil, tetapi melalui dialog hidup kami merasakan bahwa injil menghidupkan kami. Maka, kalau melihat lagi Amsal 17:17 sekarang, aku mengerti apa arti kata kerja “mengasihi” dan keterangan “setiap waktu”. Menemukan dirimu dalam proses pemuridan adalah langkah memulai ekosistem persahabatan.


Penulis adalah Staf Mahasiswa Perkantas Bogor

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »