Kesejahteraan dan Keadilan Sosial

Bila masyarakat ingin mendapatkan keadilan sosial, sejahterakan mereka terlebih dahulu, maka keadilan sosial akan didapatkan.

Kalimat di atas ingin mengkorelasikan antara keadilan sosial dengan kesejahteran. Mana yang harus didahulukan? Keadilan sosial atau kesejahteraan? Saya tidak ingin terlibat dalam debat tentang hal ini. Namun, saya setuju bahwa memang ada korelasi yang erat antara kesejahteraan dengan keadilan sosial.

Yang penting adalah bagaimana masyarakat luas bisa mendapatkan kesejahteraan yang seharusnya. Lalu apa patokan dari kesejahteraan? Kalau menurut standar internasional, bila pendapatan per kapita penduduk antara 6.000-12.000 dolar Amerika, maka yang bersangkutan sudah masuk dalam kategori sejahtera. Tinggal sekarang kita hitung, berapa banyak penduduk yang mempunyai pendapatan per tahun seperti standar tersebut.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah: kontribusi apakah yang bisa diberikan oleh semua komponen Perkantas: BPN, PHN, staf, pengurus komponen, maupun alumni, terhadap masalah kemiskinan di Indonesia. Tentu saja kalau berdasar standar pendapatan di atas, yang paling banyak masuk dalam kategori sejahtera adalah masyarakat pedesaan, yaitu para petani atau yang biasa kita sebut dengan kata “marjinal”.

Jikalau kita bertanya apa peran pemerintah dalam usaha mengatasi kemiskinan, maka akan kita dapatkan ratusan program yang kesemuanya bermuara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun, tidaklah adil kalau pekerjaan yang besar ini hanya dibebankan kepada pemerintah. Masyarakat luas juga seharusnya terlibat dalam upaya ini.

Perkantas dengan segala komponen yang ada bisa disebut sebagai bagian dari masyarakat luas. Lalu apa peran kita? Peran kita ada di dalam visi dan misi Perkantas, yang kalau mau diringkas, berbunyi “Menjadikan alumni yang menjadi berkat, garam dan terang dunia bagi keluarga, masyarakat, dan negara.

Kalau boleh saya mengartikan lebih luas, membantu meningkatkan pendapatan kesejahteraan masyarakat adalah bagian dari visi dan misi Perkantas. Kalau memang demikian, maka sudah seharusnya semua komponen Perkantas, baik yang ada di kota-kota besar maupun daerah terlibat lebih intensif dalam pemberdayaan masyarakat yang masih hidup di bawah standar sejahtera.

Tanpa lebih jauh terlibat dalam pergumulan kemasyarakatan, kita akan makin jauh dari rasa “asin”, makin pudar pula “terang” yang seharusnya menjadi bagian yang penting dari visi dan misi Perkantas.

Kalau makin jauh dari keterlibatan dalam aspek kesejahteraan ini, kita pun makin jauh dari peran kita menghadirkan keadilan sosial bagi masyarakat (lih. Matius 5:13-16).

Jangan terkejut dan heran apabila ada daerah yang dahulu disebut daerah Kristen, tetapi sekarang bukan lagi demikian, karena ketika masyarakat Kristen di suatu daerah meminta kepada kita air minum, kita tidak memberikan apa-apa, dan justru pihak lain yang memberikannya.

Bila ingin mencapai masyarakat yang berkeadilan, tak ada cara lain selain terlibat aktif di dalam mengupayakan kesejahteraannya. Bagaimana dengan kita? Sejarah lah yang akan menulis peran Perkantas.

_______________________________________
*Penulis adalah Staf BPC Perkantas Bali

Exit mobile version