Pdt. Ir. Joel M. Indrasmoro, S.Th.:
Pertobatan Sejati Menghasilkan Penegakan HAM dan Antikorupsi

Bertobatlah!
Hari Antikorupsi Internasional (9/12) dan Hari HAM Internasional (10/12) hanya berselang satu hari. Keduanya berkaitan. Segala bentuk penyelewengan kuasa niscaya bermuara pada pelanggaran HAM.

Berkenaan dengan korupsi dan HAM, Yohanes Pembaptis, pada Minggu-minggu Adven, punya pesan yang layak didengar: ”Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 3:2). Mendekatnya Kerajaan Surga menjadi alasan kuat bagi manusia untuk bertobat.

Allahlah Raja
Dalam Alkitab BIMK tertera: ”Bertobatlah dari dosa-dosamu karena Allah akan segera memerintah sebagai Raja!” Kerajaan Allah bukan sekadar tempat, tetapi situasi dan kondisi di mana Allahlah Raja.

Jika Allah, Sang Khalik, memerintah sebagai Raja, maka hal terlogis bagi manusia, ciptaan-Nya, adalah bertobat. Bertobat berarti berpaling dari dosa. Bertobat berarti kembali bersekutu dengan Allah.

Dosa merupakan keadaan putusnya hubungan antara manusia dan Allah. Dalam kehendak bebasnya—yang merupakan anugerah Allah—manusia ingin menjadi sama dengan Allah. Manusia ingin menggantikan posisi Allah sebagai Raja.

Baik tindakan korupsi maupun pelanggaran HAM sejatinya merupakan wujud nyata pemberontakan manusia terhadap Allah. Dosa telah membuat manusia merasa berhak memberlakukan manusia lain sesuka hatinya demi keuntungan diri sendiri.

Namun, jika Allah memerintah sebagai Raja, raja-raja kecil yang tidak mengakui kedaulatan-Nya akan tumpas. Kala Allah memerintah sebagai raja, tiada lagi tempat bagi raja-raja kecil di dalam kerajaan-Nya. Dalam kerajaan-Nya semua makhluk adalah hamba.

Pesan Sederhana Yohanes Pembaptis
Menjadi hamba Allah merupakan inti berita pertobatan Yohanes Pembaptis. Hamba Allah bukan status, tetapi juga gaya hidup. Pertobatan saja belum cukup. Pertobatan harus tampak dalam perbuatan. Dan untuk itu, Yohanes Pembaptis memiliki beberapa pesan.

Pertama, ”Siapa saja yang mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan siapa saja yang mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian” (Luk. 3:11).

Yohanes Pembaptis berbicara mengenai apa yang dimakan dan dipakai. Pada Garuda Pancasila, lambangnya padi dan kapas. Jelaslah, anak Zakharia itu sedang membicarakan kebutuhan primer—yang dibutuhkan manusia untuk tetap menjadi manusia. Dia menegaskan pentingnya berbagi.

Itu tidak berarti kita nggak boleh punya baju cadangan. Bukan itu maksudnya. Tetapi, jangan sampai kita bingung mau pakai baju apa, sementara tetangga kita enggak punya baju pantas pakai. Lagi pula, orang tak mungkin memakai dua baju sekaligus!

Berkait soal makanan, manusia hanya perlu sepiring nasi sekali makan. Kalaupun nambah, paling banter hanya sepiring nasi. Lagi pula, kita jarang memasak segelas beras bukan? Ketimbang dibuang atau terbuang, ya lebih baik dibagikan kepada yang membutuhkan!

Kedua, ”Jangan menagih lebih banyak daripada yang telah ditentukan bagimu” (Luk. 3:13). Tegasnya: jangan menyalahgunakan jabatan. Jangan korup!

Jabatan itu amanat, bukan alat untuk mengumpulkan kekuasaan dan menggunakannya demi kepentingan sendiri. Kalaupun dipahami sebagai alat, ya harus dipakai untuk kesejahteraan umum.

Ketiga, ”Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (Luk. 3:14). Jelas maknanya: jangan menyalahgunakan wewenang dan cukupkan diri dengan gaji yang ada!

Yohanes Pembaptis menegaskan pentingnya rasa cukup. Manusia tentu boleh mempunyai keinginan, tetapi jangan ngoyo! Jangan sampai keinginan itu mendorong kita menjadi preman-preman baru, yang hobinya merampas dan memeras.

Pesan Yohanes Pembaptis sederhana. Saking sederhananya, mungkin kita malah mengabaikannya. Padahal, segala hal besar dibangun oleh tindakan-tindakan sederhana. Dan itulah wujud nyata pertobatan sejati!

___________
*Penulis adalah hamba Tuhan di GKJ Jakarta

Tinggalkan Balasan

Translate »