Rabea Merry - Staf Siswa Kupang:
Perasaan Berhutang

Perkenalkan, nama saya Rabea Merry Susana Seo. Saya melayani di Perkantas Kupang sebagai staf siswa. Saya bergabung dengan Perkantas Kupang sejak tahun 2000. Sebelumnya, saya melayani sebagai staf admin di Perkantas Dili Timor-Timur.

Saya tidak pernah berpikir akan menyerahkan diri secara penuh waktu melayani sebagai hamba Tuhan, khususnya dalam ladang pelayanan Perkantas. Visi ini dimulai ketika saya dibina dalam Persekutuan Siswa Kristen di Kota Dili-Timor Timur (waktu masih bergabung dengan Indonesia—sekarang menjadi Negara Timor Leste). Saat itu, saya berada di kelas 2 SMA.

Ketika Timor Timur berpisah dengan Indonesia tahun 1999, saya bersama orang tua dan semua saudara mengungsi ke Kupang. Di sinilah awal mulanya saya menggumulkan secara serius panggilan Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu.

Visi yang menggerakkan
Tahun 2001, saya diberi kesempatan untuk membantu dr. Andik Wijaya mempersiapkan seminar tentang aborsi yang akan dilaksanakan di beberapa tempat di kota Kupang. Pada saat itu, seminar dilakukan untuk siswa SMA, mahasiswa, dan pemuda gereja, disertai talk show di Radio Ramagon Kupang. Saya diminta untuk menyebarkan kuesioner tentang aborsi, baik untuk siswa, mahasiswa dan pemuda gereja, lalu mengumpulkan dan merekapitulasi hasilnya.

Pada masa-masa itu, saya sedang bergumul untuk mencari pekerjaan baru dan sudah melamar di beberapa tempat. Namun ketika saya merekap hasil kuisioner dari siswa, betapa terkejutnya saya melihat persentase angka aborsi yang cukup tinggi pada saat itu. Saya ingat sekali saat itu, pukul 01.00 WITA (dini hari), saya menangis terisak-isak di hadapan Tuhan. Ada perasaan menyalahkan diri karena tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi saat itu. Perasaan berhutang begitu besar, dan suara Tuhan sangat jelas berbicara kepada saya melalui Roma 1:14: “Aku berhutang, baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar.”

Saya berlutut dan mohon pengampunan Tuhan karena mencoba melarikan diri dari hadapan-Nya dengan berpikir mencari pekerjaan lain. Lalu Firman Tuhan terus berbicara dengan kuat kepada saya selama beberapa hari dari Roma 10:14: “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percara kepada Dia, jika mereka tidak mendengarka tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” Di dalam doa, saya mohon pengampunan Tuhan karena merasa seperti orang yang lupa diri; telah ditebus dan diselamatkan, namun tidak mau berbagi kasih karunia Allah dengan sesama.

Sejak peristiwa itu, saya mengambil komitmen untuk melayani adik-adik siswa dan mahasiswa. Perasaan berhutang karena penebusan dan keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada saya melalui kakak-kakak rohani waktu di Dili, membawa saya untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Saya bersyukur, karena sejak remaja saya telah diperkenalkan dan dipertemukan dengan Kristus oleh kakak KTB saya, yaitu dr. Ronald Jonathan dan kak Fary Francis. Ungkapan syukur itulah yang mendorong saya untuk mengerjakan dengan serius pelayanan siswa di Kupang. Meski saya bukan binaan dari Perkantas Kupang, namun visi dan misi pelayanan Perkantas yang saya terima waktu dalam pembinaan di Kota Dili sangat kuat.

Tantangan dan keunikan pelayanan
Setiap kota selalu memiliki tantangan tersendiri. Kupang adalah kota dengan mayoritas penduduk beragama Kristen Protestan. Hampir di setiap kelurahan di kota Kupang ada gereja, baik dari denominasi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), maupun dari denominasi lainnya, seperti Pentakosta dan Karismatik. Ini menjadi tantangan bagi saya, karena menginjili di kalangan remaja yang sudah terbiasa bergereja namun belum memiliki kepastian keselamatan bukanlah hal yang mudah. Di kalangan gereja arus utama, istilah “terima Yesus secara pribadi” atau “lahir baru” tidak lazim. Ini dikarenakan mereka memiliki pemahaman, bahwa kalau sudah Kristen, dibaptis dan sudah peneguhan sidi, maka sudah selamat. Tidak semua remaja memahami dan mau menerima istilah lahir baru, apalagi menerima Yesus secara pribadi. Konsep bahwa sudah dibaptis dan sudah sidi maka sudah diselamatkan begitu kuat.

Budaya pergaulan remaja yang sangat berbeda dengan masa-masa remaja saya di kota Dili, seperti seks bebas dan kenakalan remaja, menjadi tantangan juga dalam pelayanan. Namun puji Tuhan, seiring waktu, persekutuan siswa Kristen tumbuh subur di sekolah-sekolah dan menjangkau banyak siswa-siswi. Ibadah-ibadah pemuda dari gereja-gereja GMIT semakin diperhatikan dan terus berkembang, sehinga kehidupan seks bebas, kenakalan remaja, dan mabuk-mabukan semakin berkurang. Makin berkurang bukan berarti tidak ada, namun tantangan yang ada tidak menyulutkan kerinduan saya untuk terus membawa siswa dan mahasiswa datang kepada Tuhan. Budaya nyontek, merokok, bolos sekolah, titip absen juga masih ada dan banyak ditemui namun semua itu bisa dihadapi dengan penuh kasih dan menerima mereka tanpa menghakiminya. Penerimaan yang tulus dan kasih yang besar dari Tuhanlah yang memampukan saya menghadapi setiap kesulitan dalam pelayanan di Perkantas Kupang secara khusus di kalangan siswa.

Penyesuaian budaya, bahasa dan kebiasaan-kebiasaan juga menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Saat ini, tantangan yang dihadapi adalah menyiapkan siswa-siswi untuk tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran sesat seperti Saksi Yehova. Perkembangan Saksi Yehova yang cukup pesat dan masuk melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sekolah mengharuskan kami untuk lebih peka dan care kepada adik-adik siswa, agar mereka tidak terseret dalam arus pengajaran sesat.

Pelayanan Traveling
Nusa Tenggara Timur adalah propinsi kepulauan yang terdiri dari 4 pulau besar yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor. Pelayanan siswa di NTT sudah merambat ke 12 kota yaitu (Atambua, Kefa, Soe, Kota Kupang, Kupang, Kalabahi, Rote, Waingapu, Waibakul, Waikabubak, Waitabula dan Wewewa Selatan). Setiap daerah memiliki kesulitan dan tantangan budaya tersendiri. Namun secara garis besar, kondisi kesulitan yang saya hadapi hampir sama dengan kondisi di Kupang. Di beberapa daerah yang saya kunjungi, saya bertemu dengan beberapa siswa yang mengalami kepahitan terhadap orang tuanya. Hal ini saya ketahui ketika adik-adik siswa mau terlibat dalam proses konseling. Persoalan yang membuat mereka kepahitan beragam, mulai dari kehidupan orang tua yang tidak akur dan sering bertengkar, perselingkuhan, pelecehan seksual, pedofil, bahkan sampai kasus percobaan bunuh diri. Apa yang dialami siswa-siswi ini membuat hati saya menangis dan merasa berhutang, sehingga saya terus berusaha menolong mereka melalui proses konseling dan mendoakan mereka.

Perjalanan pelayanan traveling dari satu kota ke kota yang lain biasa ditempuh dengan perjalanan darat, udara dan laut. Untuk pelayanan di Pulau Timor, biasanya saya mengunakan jasa kendaraan umum seperti bus antarkota. Perjalanan terjauh harus menempuh 8 jam perjalanan ketika melayani adik-adik siswa di Atambua (perbatasan dengan Timor Leste). Sedangkan pelayanan ke Pulau Alor, Pulau Rote maupun Pulau Sumba biasanya menggunakan pesawat. Terkadang untuk pelayanan ke Pulau Rote saya menumpang Kapal Motor Feri Cepat. Pelayaran akan ditempuh selama 2 jam sambil “menikmati” goncangan karena gelombang yang tinggi.

Di Pulau Sumba, saya biasanya langsung mengunjungi 5 kota, yaitu Waingapu, Waibakul, Waikabubak, Wewewa selatan dan Waitabula. Semua ditempuh dengan perjalanan darat dan mengunakan travel. Pelayanan siswa di Pulau sumba memiliki keunikan tersendiri. Misalkan di Wewewa Selatan (kota kecamatan), pelayanan siswa sangat berkembang dan adik-adik siswa sangat antusias untuk mengikuti KTB maupun pembinaan. Perjalanan 4 km-6 km yang harus ditempuh dengan berjalan kaki seakan-akan tidak ada artinya bagi mereka, asal mereka bisa mendengarkan firman Tuhan. Kondisi ini membuat saya terharu dan semakin meyakini, bahwa baik dalam kota besar ataupun dalam rimba, jiwa sama berharga di mata Tuhan. Karena itu saya mau belajar untuk selalu taat dengan pimpinan Tuhan dalam setiap pelayanan yang dipercayakan kepada saya.

Sukacita yang saya alami dalam melayani siswa
Ketika bicara sukacita seringkali saya kesulitan untuk mengambarkan karena sungguh setiap kali berjumpa dengan siswa-siswi di setiap sekolah ataupun kota, hati saya selalu bergejolak dipenuhi rasa syukur dan kerinduan untuk selalu bersama mereka. Ada kalanya, mereka menjadi obat untuk menghilangkan rasa lelah yang saya alami.

Saya sangat bersukacita ketika melihat adik-adik siswa yang saya bina dalam KTB mengalami pertumbuhan, menikmati waktu-waktu indah mereka bersama Tuhan. Saya sangat terbekati ketika mereka membagikan hasil saat teduh mereka dalam setiap pertemuan KTB ataupun melalui grup WhatsApp. Saya sangat bahagia ketika mendengar orang tua mereka mengatakan bahwa anak mereka mengalami perubahan dalam sikap dan tutur kata. Saya tidak bisa menahan air mata kebahagiaan ketika melihat mereka berhasil dalam studi dan pekerjaan mereka.

Adik-adik siswa yang saya bina dalam KTB sejak tahun 2001 saat ini sudah bekerja dan menjadi orang-orang kepercayaan di setiap bidang pekerjaan mereka. Hati saya berlimpah syukur ketika melihat mereka mempertahankan integritas dan terus berjuang memiliki kehidupan spiritualitas yang bertumbuh. Kesetiaan mereka dalam melayani di tengah-tengah kesibukan, bahkan mereka selalu menyediakan waktu untuk ber-KTB sampai saat ini, menjadi motivasi bagi saya untuk terus melayani dengan sukacita dan setia. Dalam hati, saya hanya bisa mengatakan, “ONLY BY HIS GRACE.” Perasaan berhutang karena sudah ditebus dan diselamatkan oleh darah Kristus yang terus mengingatkan saya untuk tetap setia mengerjakan pelayanan ini.

Harapan ketika melayani Siswa di Kupang
Kerinduan saya yang terbesar adalah melihat adik-adik binaan terus bertumbuh dalam Tuhan dan memberi dampak di lingkungan mereka, serta membawa perubahan bagi kota Kupang. Dimulai dari perubahan dalam diri mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lalu perubahan dalam kehidupan keluarga mereka, agar adik-adik siswa menjadi berkat bagi keluarga. Saya terus berdoa, agar suatu hari kelak ada di antara mereka yang menjadi pemimpin, sehingga dapat memimpin kota ini dan menjadikan “Kota KASIH” benar-benar dipenuhi dengan kasih Ilahi, sehingga terjadi suatu pembaharuan besar-besaran di kota ini. Saya selalu berdoa, agar mereka menjadi influencer-influencer yang memberikan dampak bagi banyak orang.

Mari terus mendukung pelayanan siswa yang ada di kota Kupang dan daerah-daerah di NTT. Siswa merupakan generasi penerus bangsa dan gereja. Sebagai calon-calon pemimpin, mereka perlu diarahkan dan ditolong agar kelak dapat menjadi pemimpin yang takut akan Tuhan. Doakan agar pelayanan siswa di sekolah-sekolah, baik di Kota Kupang maupun di daerah-daerah, bisa mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah, sehingga dapat terjalin kerjasama yang baik. Doakan juga untuk kerjasama dan komunikasi dengan guru-guru pembina (guru agama) di sekolah-sekolah agar berjalan dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Doakan juga untuk pelayanan di masa new normal, agar ada cara yang efektif dan kreatif dalam melayani siswa, sehingga siswa tidak bosan dengan metode pelayanan secara daring. Tuhan Yesus, Sang Pemilik pelayanan yang terus bekerja di dalam dan melalui kita, memberkati kita semua.

Tinggalkan Balasan

2 pemikiran di “Perasaan Berhutang”

Translate »